Jumat, 22 Mei 2009

Tionghoa-Pribumi, Kapan Kembali Seperti Dulu ?

Dulu, hubungan yang terjalin antara orang Tionghoa dengan penduduk pribumi bisa terjalin dengan harmonis, tidak seperti sekarang ini. Kalau sekarang, sepertinya ada gap antara orang Tionghoa dengan penduduk Pribumi, gap yang begitu jauh.

Pada tahun 1293 Kaisar Kubilai Khan dari Dinasti Yuan (1280-1376) memerintahkan pasukannya untuk menyerbu Pulau Jawa dan memberikan pelajaran kepada Raja Kartanegara dari Singosari yang dianggap telah membangkang. Ketika mereka datang ke Pulau Jawa, mereka menemukan koloni-koloni pemukiman etnis Tionghoa di daerah Pesisir Pulau Jawa. Kebanyakan dari mereka berasal dari Propinsi Hokkian di daratan Tiongkok. Mereka hidup damai, berdampingan dengan para penduduk pribumi, bahkan banyak juga dari mereka yang kemudian kawin dengan orang-orang dari penduduk pribumi. Orang-orang dari Hokkian inilah yang kemudian mengajarkan cara-cara pembuatan gerabah, seperti genting, batu bata ataupun produk-produk gerabah yang lain.

Pada abad ke-15, kembali datang utusan dari Dinasti Ming (1368-1643), yaitu Laksamana Cheng Ho beserta dengan pasukannya. Mereka ini adalah utusan dari Cina untuk berkunjung kepada Raja Majapahit, mengunjungi para imigran dari Cina di Indonesia, sekaligus untuk menyebarkan ajaran agama Islam di Pulau Jawa. Sebagian dari utusan Dinasti Ming ini ada juga yang akhirnya menetap di Jawa dan banyak juga yang akhirnya menikah dengan orang-orang Jawa.

MASA SETELAH KEDATANGAN KOLONIAL BELANDA

Hubungan harmonis yang dulu pernah terjalin antara orang Tionghoa dengan penduduk pribumi mulai renggang semenjak kedatangan kolonialime Belanda. Dengan politik Devide et Emperanya, kolonial Belanda mencoba untuk memecah belah penduduk Indonesia, tentunya dengan mengangkat berbagai macam isu yang potensial untuk terjadinya perpecahan.

Penjajahan yang telah dilakukan oleh kolonial Belanda telah menimbulkan reaksi dari berbagai macam kalangan, termasuk dari para penduduk Tionghoa di Indonesia. Karena adanya perlawanan ini, maka kemudian pemerintah kolonial Belanda menetapkan sebuah peraturan untuk menangkap semua orang Tionghoa yang mencurigakan dan mengembalikannya ke Tiongkok ataupun mempekerjakan mereka di Tanjung Harapan.

Puncak kekejaman pemerintah kolonial Belanda terjadi ketika pada tahun 1740 pemerintah kolonial Belanda melakukan pembantaian besar-besaran terhadap orang Tionghoa. Tercatat ada lebih dari 10.000 orang Tionghoa yang meninggal pada waktu terjadinya pembantaian tersebut.

Setelah kejadian tersebut, kemudian pemerintah kolonial Belanda menetapkan aturan bahwa orang Tionghoa tidak boleh tinggal satu wilayah dengan orang pribumi, sehingga muncullah daerah-daerah yang dinamakan dengan "Pecinan". Semenjak kejadian itulah maka keharmonisan antara orang Tionghoa dengan penduduk Pribumi semakin pudar dan menghilang, dan sekarang ini bisa kita rasakan betapa gap atau jarak antara orang Tionghoa dengan penduduk pribumi begitu jauh.

GAP TIONGHOA-PRIBUMI TERUS BERLANJUT SAMPAI SEKARANG

Gap yang telah dibentuk semenjak jaman penjajahan Belanda tersebut terus berlangsung sampai sekarang ini dan Gap ini terasa semakin besar ketika kemudian pada tahun 1998 terjadi kerusuhan dari Jakarta dan di Solo, penjarahan, penyiksaan bahkan sampai pemerkosaan telah dilakukan penduduk pribumi terhadap orang-orang Tionghoa. Sungguh sangat mengerikan ketika kita mencoba untuk membayangkan kembali kejadian pada tahun 1998 tersebut.

Kondisi tersebut terjadi karena memang tidak ada jalinan komunikasi dan hubungan yang baik antara orang Tionghoa dengan penduduk pribumi. Penduduk pribumi merasa bahwa orang Tionghoa adalah orang lain, bukan bagian dari mereka, sementara itu orang Tionghoa juga merasa bahwa penduduk pribumi adalah orang lain, bukan bagian dari mereka sehingga terjadilah korusuhan tersebut.

TERUS, BAGAIMANA SOLUSINYA

Tidak ada yang dapat dilakukan kecuali kita berusaha untuk mencoba membuka diri, memcoba untuk terus memahami bahwa Indonesia memang ber-Bhineka, Indonesia memang berbeda-beda, bermacam-macam suku dan etnis ada di dalamnya, termasuk Tionghoa dan Tionghoa juga telah mencatatkan sejarah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Selain laksamana Cheng Ho, sebagai besar dari Wali Songo yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia adalah etnis Tionghoa, atau paling tidak adalah keturunan Tionghoa. Sebut saja Sunan Bonang yang konon nama aslinya adalah Bon Ang, Sunan Kali Jaga atau Gan Si Cang, Sunan Ngampel atau Bong Swi Hoo, Sunan Gunung Jati atau Toh A Bo dan beberapa penyebar agama yang lain yang konon mereka berasal dari Champa (Kamboja/ Vietnam), Manila dan Tiongkok.

Kita penduduk pribumi yang mayoritas beragama Islam perlu untuk berterima kasih kepada orang-orang Tionghoa karena merekalah yang telah menyebarkan agama Islam di negeri kita dan juga telah mengajarkan berbagai macam ilmu untuk orang Indonesia. Begitu juga dengan orang Tionghoa, hendaknya juga membuka diri untuk melakukan interaksi yang lebih intens dengan orang-orang yang ada di sekitarnya sehingga selain merasa ber-Bhinneka, kita juga akan merasa sebagai satu kesatuan, satu tubuh, yang harus saling menjaga antara yang satu dengan yang lainnya.

Marilah kita sedikit merenung dan melakukan flash back ke beberapa abab yang telah berlalu, bagaimana dulu ada keharmonisan antara orang Tionghoa dengan penduduk pribumi, bahkan banyak orang Tionghoa yang akhirnya menikah dengan penduduk pribumi dan menghasilkan keturunan dari penduduk pribumi.


Keturunan Tionghoa-Pribumi, bukti keharmonisan Tionghoa-Pribumi di masa lampau

Mari ciptakan kembali keharmonisan yang dulu ada, mencoba untuk saling menghormati, saling menghargai dan berempati terhadap yang lain.

Rumah susun, sudahkan menjadi solusi yang tepat ?

Kajian kritis tentang pembangunan rumah susun di perkotaan

(Dalam penulisan)

Penggusuran, manusiawikah ?

Penggusuran merupakan sebuah fenomena yang sangat umum di daerah perkotaan. Head line surat kabar sering kali dihiasi oleh proses penggusuran yang dilakukan oleh Satpol PP bersama dengan aparat yang lain. Di Surabaya, penggusuran memang menjadi sebuah fenomena yang sangat biasa, orang tidak akan kaget lagi kalau mendengar kabar tentang adanya komplek pedagang kaki lima yang digusur, ataupun kompleks pemukiman penduduk yang digusur.
Berita paling gress tentang penggusuran yang terjadi di Surabaya adalah proses penggusuran yang terjadi di daerah Stren Kali Jagir. Setelah selama berpuluh-puluh tahun mereka tinggal di daerah tersebut, tiba-tiba tanggal 4 Mei 2009 kemaren aparat dengan membawa perlengkapan alat berat datang untuk meratakan tempat tersebut dengan tanah.
Perlawanan yang dilakukan oleh warga tidak mampu untuk membendung laskar hijau (karena menurut saya seragam yang dipakai oleh Satpol PP berwarna hijau, jadi saya sebut saja laskar hijau, kan ada laskar yang lain juga, laskar kuning, etc) yang berusaha untuk merobohkan tempat tinggal mereka.
Setelah itu bisa ditebak sendiri, mantan warga stren kali Jagir yang semula punya tempat tinggal dan punya pekerjaan, akhirnya mereka harus kehilangan semuanya itu. Belum lagi dengan anak-anak mereka yang sebelum penggusuran punya sekolah dan punya teman sekolah, akhirnya harus kehilangan teman sekolah dan mungkin harus pindah sekolah ke sekolah yang lain. Tidak tahu, apakah setelah penggusuran tersebut orang tua mereka masih punya kemampuan untuk menyekolahkan anaknya atau tidak ?

KENAPA ADA PENGGUSURAN ?
Penggusuran memang sebuah pilihan yang sulit, baik untuk pemerintah, apalagi untuk warga yang tergusur. Dari kasus-kasus yang ada, penggusuran terjadi karena ada beberapa warga yang menempati tempat yang tidak seharusnya, seperti daerah pinggiran sungai yang terjadi di stren kali Jagir.
Tapi, lagi-lagi rakyat jadi korban beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab. Dari beberapa informasi yang didapat, ternyata banyak warga yang tinggal di daerah yang tidak semestinya tersebut dulunya tidak mendapatkan tempat tersebut dengan gratis, merekapun harus beli, dengan harga yang terkadang juga lumayan tinggi, bahkan di beberapa tempat tanah "ilegal" tersebut juga dilengkapi dengan surat-surat, meskipun suratnya-pun ilegal.
Alhasil, ketika ada penggusuran banyak warga yang menentang, bahkan ada yang sampai "Toh Pati", sampai mati, atau setengah mati membela "Hak" (versi) mereka.

ANTARA MANUSIAWI DAN PRESTASI
Penggusuran mungkin dan 99 % menurut saya akan tetap berlangsung selama dunia ini masih ada dan perlawanan terhadap penggusuran juga pastinya akan selalu ada ketika penggusuran masih tetap dijalankan. Di satu sisi, pemerintah mengejar "PRESTASI" dengan membersihkan kawasannya dari daerah-daerah kumuh dan daerah ilegal yang tidak sesuai peruntukannya, di sisi yang lain, masyarakat membutuhkan tempat tinggal dan banyak dari mereka yang tidak mempunyai kemampuan yang akhirnya tidak mempunyai pilihan, kecuali menempati lahan-lahan kosong yang memang tidak diperuntukkan sebagai lokasi tempat tinggal.
Kalau bicara masalah manusiawi, tentu tidak manusiawi
, menggusur orang dan menjadikan mereka tuna wisma, ditambah lagi ada kelakukan beberapa orang yang melebihi batas (Ingat kasus bayi yang mati akibat penggusuran di daerah Menur, Surabaya), tapi tentu saja kajian tidak hanya selesai pada batas manusiawi saja, tapi harus sampai ke tahapan maslahat atau kebaikan untuk kedua belah pihak.

Terus pertanyaan yang muncul ?????
Salah Siapa Kok Sampai Ada Penggusuran ????

Tidak ada pihak yang perlu untuk disalahkan, karena "mungkin" (versi saya, pasti) keduanya sama-sama bersalah.
Pemerintah bersalah karena mereka belum mampu untuk menjadikan masyarakat menjadi masyarakat yang makmur, mampu secara ekonomi, mampu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, termasuk kebutuhan akan tempat tinggal, karena memang amanat "Pembangunan" bagi pemerintah adalah menjadikan rakyat sejahtera dan berkecupan.
Masyarakat juga salah, karena mereka menempati lahan yang tidak semestinya.

Terus, Gimana Solusinya ???
Solusi merupakan "PR" (Coba pikirkan) bagi semua pihak, baik Pemerintah maupun masyarakat sehingga penggusuran tidak akan terjadi lagi, atau minimal akan berkurang.

Kamis, 21 Mei 2009

Ketika tujuan hidup semakin kabur

Setiap orang pasti mempunyai idealisme dan cita-cita. Ada yang pengen jadi dokter, ada yang pengen jadi tentara, ada yang pengen jadi pilot, bahkan anak kecil yang belum tahu apa-apa juga sudah banyak yang punya cita-cita (coba tanya anak-anak yang masih sekolah di Play Group, mau jadi apa mereka kelak, pasti punya jawaban). Terlepas apakah cita-cita itu berdasarkan pada sesuatu yang realistis atau tidak, tapi yang pasti semua orang punya cita.

Akan tetapi, terkadang karena benturan-benturan yang ada dalam kehidupan, kebutuhan serta beberapa hal yang lain membuat idealisme seseorang menjadi luntur. Coba lihat, betapa banyak koruptor yang dulunya ketika mahasiswa adalah orang-orang yang paling giat dan paling gagah dalam menyuarakan demonstrasi anti korupsi, bahkan berada di bagian paling depan. Coba lihat, betapa banyak orang yang dulunya vokal terhadap penegakan keadilan, akan tetapi sekarang menjadi diam, takut akan kehilangan pekerjaan. Dan masih banyak lagi (Tiap orang pasti mempunyai kasus yang berlainan, dan pasti semua orang pernah mengalami masalah ini).

Tidak ada yang perlu untuk disalahkan, termasuk sistem yang ada juga tidak perlu disalahkan (Akan tetapi yang namanya korupsi tetap harus ditindak sesuai dengan prosedur yang ada, hukum harus ditegakkan, yang salah harus dihukum, yang benar dikasih apreasiasi).

Hanya mungkin kita perlu untuk berhenti sejenak dari hiruk pikuk kehidupan dunia (bukan mati lho), menenangkan diri, mencoba melakukan perenungan (red: kerennya intropreksi diri, dalam islam dikenal dengan istilah muhasabah), melakukan evaluasi atas apa yang sudah kita jalani. Mencoba untuk melakukan flash back atau kilas balik, membuat slice of life, potongan-potongan kehidupan yang kemudian akan membuka alam pikiran kita tentang apa yang sudah terjadi dalam kehidupan kita. Masa-masa kelam yang telah kita lalui, yang mungkin dapat kita gunakan sebagai pelajaran agar kita tidak terjerambah, jatuh dan tersungkur ke dalam masa-masa kelam tersebut, ataupun masa-masa indah, masa-masa yang ingin kita ulang kembali dan kita ciptakan dalam kehidupan sekarang ini (walaupun sebagian mungkin sudah tidak bisa lagi, karena kita tidak bisa kembali ke masa lalu, kalau ada film yang dapat menceritakan tentang kembalinya seseorang ke masa lalu, jangan percaya, itu hanya akan membuat kita terlalu banyak berhayal, terlena dengan kehidupan dan lupa untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik), masa-masa kita bisa menciptakan sebuah prestasi yang gilang gemilang, yang mungkin juga dapat kita gunakan sebagai sebuah motivasi untuk kembali berprestasi.

Sejenak marilah kita ingat kembali (kalau sekarang memang sudah lupa) idealisme yang pernah terbentuk dalam kehidupan kita. Kalau sekarang kita sudah sangat terbiasa dengan praktek korupsi (Jangan heran, karena semua lini kehidupan sekarang sudah tidak bisa lepas dari yang namanya korupsi, dari sekedar hanya ngurus administrasi di RT ataupun kelurahan, sampai dengan mau jadi Caleg, atau bahkan presidenpun, marak dengan korupsi dan KKN), padahal kita dulu adalah orang yang paling vokal dalam menyikapi korupsi, kalau sekarang kita ini jadi orang yang tidak acuh lagi lagi dengan penegakan keadilan karena takut dipecat dari pekerjaan ataupun terasing dari teman-teman yang lain, padahal dahulu kita adalah orang yang paling vokal dalam menyuarakan keadilan, maka marilah sejenak kita merenung dan coba untuk hayati kembali.

MUNGKINKAH IDEALISME ITU AKAN TERCIPTA KEMBALI ?

Sangat mungkin, meskipun mungkin tidak 100 %, akan tetapi lebih baik daripada tidak sama sekali. Ibaratnya orang yang sedang melakukan sebuah perjalanan, maka harus sering-sering untuk melihat kompas, betulkah tujuan yang sedang mereka tempuh. Kalau orang tersebut tidak melihat kompas, maka bisa jadi akan tersesat sangat jauh, akan tetapi kalau kita sering melihat kompas, melihat sejauh mana perjalanan yang sudah kita tempuh, maka kita akan lebih mudah untuk kembali ke jalur yang semestinya ketika ternyata jalur yang kita tempuh sudah melenceng.

Begitu juga dengan idealime. Kita harus punya sebuah idealisme, sebuah pendirian yang kuat, yang harus kita pertahankan dan perjuangkan, meskipun dengan tetes darah yang terakhir, dan kita harus berusaha untuk mewujudkan idealisme tersebut. Ketika sekarang kita sudah semakin jauh dengan idealisme yang pernah kita miliki, maka marilah berhenti sejenak, marilah arahkan kembali haluan kita untuk semakin dekat dengan idealime kita.

Sukses untuk para pejuang idealisme.

Vivat COMMUNITY DEVELOPMENT.

Liburan untuk apa ya ?

Kamis, 21 Mei 2009 adalah hari libur, hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, hari yang bagi sebagian orang adalah saat untuk sedikit merebahkan badan, memberikan waktu kepada badan untuk beristirahat setelah sekian hari larut dalam aktivitas pekerjaan yang tak kunjung berkesudahan (namanya orang hidup ya harus kerja terus, kan punya kebutuhan), kecuali ketika ajal datang menjemput kita, baru boleh berhenti bekerja.

Tapi banyak hal yang sebenarnya dapat dilakukan ketika liburan datang, terutama kegiatan-kegiatan yang bermanfaat (kalau kegiatan yang tidak bermanfaat atau merugikan sih banyak, nggak usah dibicarakan orang juga sudah pada tahu). Terutama bagi orang-orang yang pengen maju, entah secara materi, dalam pengetahuan ataupun dalam hal-hal yang lain, maka gunakanlah waktu libur yang ada untuk sesuatu yang bermanfaat.

Contohnya saya (nggak sombong, cuma sekedar untuk sharing saja), saya gunakan waktu libur saya (red: hari ini) untuk belajar ngeblog. Jujur hari ini merupakan hari pertama buat saya Ngeblog. Mungkin terlambat, saat yang lain (ada yang baru umur 8 tahun sudah ngutak-ngutik blog, atau bahkan ada yang umurnya kurang dari itu sudah tahu blog), tapi bagi saya tidak ada kata terlambat, semua hal yang positif harus dilakukan.

Dengan adanya blog ini, saya berharap keberadaan saya akan memberikan banyak manfaat bagi lingkungan saya, sesuai dengan motto saya "COMMUNITY DEVELOPMENT". Saya berharap kehadiran saya beserta semua yang dari saya akan mempunyai kontribusi terhadap pembangunan lingkungan.

Pernah lihat iklan teh botol sosro versi tukang parkir (Nggak promosi, cuman mencoba untuk mengambil hikmah dari apa yang ada di lingkungan) ?. Jangan minder dengan siapa kita, kita akan berguna apabila kita memberikan apa yang terbaik yang kita miliki, apapun profesi dan status kita.

Vivat COMMUNITY DEVELOPMENT.

Ketika malam datang

Malam merupakan sebuah bagian dari siklus kehidupan. Ketika siang datang, maka lambat laun malampun akan menghilang, begitu juga sebaliknya, ketika malam datang, maka siangpun akan bersembunyi di balik wajah sang malam.

Malam merupakan waktu untuk istirahat, bagi sebagian besar orang. Akan tetapi ada sebagian dari orang yang menggunakan malamnya dengan berbagai macam aktivitas, baik aktivitas menguntungkan, useless, ataupun aktivitas yang justru mendatangkan kerugian.

Malam anda, anda gunakan untuk apa ?